Vonis Mantan Gubernur Paling Ringan

Vonis Mantan Gubernur Paling Ringan

AKHIR CERITA BALADA KORUPSI RSUD M YUNUS BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu akhirnya menjatuhkan vonis kepada mantan Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah atau lebih dikenal UJH. Terdakwa UJH divonis oleh majelis hakim Dr Jonner Manik SH MH yang memimpin sidang tersebut dengan pidana penjara selama 1 tahun 7 bulan dengan denda Rp 50 juta Subsider 1 bulan penjara. Vonis terhadap UJH tersebut ternyata lebih rendah dan ringan dari vonis terhadap enam terdakwa sebelumnya yang terlibat dalam kasus yang sama. Dalam amar putusannya, Majelis hakim berpendapat jika UJH terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yakni mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga Rp 368 juta dari total anggaran sebesar Rp 5,4 miliar dengan menerbitkan SK Z 17 yang dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negri (Permendagri) Nomor 61 tahun 2007. Dalam kasus ini UJH dianggap menerima honer tim dewan pembina RSUD M Yunus sebesar Rp 32 juta lebih, namun UJH tidak pernah melakukan pengawasan dan pembinaan pasca SK Z 17 tersebut diterbitkan pada saat itu. Selain itu, adapun hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pembrantasan tindak pidana korupsi. Kemudian hal yang meringankan terdakwa selama proses persidangan bersikap sopan dan santun. Sementara itu berdasarkan analisa yuridis majelis hakim menyatakan terdakwa Junadi Hamsyah terbukti bersalah sebagai mana diatur dalam Pasal 3 Junto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 junto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan pidana sebagaimana disebut diatas. \"Para \"paraSementara itu Rodyansah SH, selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa Junaidi Hamsyah saat dikonfirmasi terkait dengan putusan Majelis hakim itu menyatakan, putusan yang disamapiakan oleh majelis hakim terhadap kliennya itu dirinya merasa keberatan. Sebab perbuatan pejabat tata usaha negara yang disandang oleh oleh kliennya saat itu dikategorikan perbuatan pidana. Dan menggunakan cara pandang administrasi dan tidak menggunakan cara pandang pidana. Kalau menggunakan cara pandang pidana tentu beranjak ke kerugian negara. Sementara hakim mengadilinya dengan pidana bawah SKZ.17 itu tidak sah dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. \"Ya putusan yang disampaikan oleh majelis hakim itu. Saya sendiri selaku PH yang mendampingi terdakwa belum memenuhi rasa keadilan terhadap putusan hakim itu,\" ujarnya seusai persidangan itu kemarin di PN Bengkulu (7/11). Selanjutnya, apakah pihaknya akan mengajukan banding terkait dengan putusan hakim itu, sejauh ini pihaknya masih pikir-pikir dan belum ada kepastian apakah mengajukan banding atau tidak karena akan dibicarakan dulu dengan kliennya UJH.

\"Banding atau tidak sekarang ini kita belum putuskan ya. Nanti kita kompromi terlebih dahulu dengan terdakwa, karena untuk mengajukan banding itukan haknya terdakwa. Kalau untuk saat ini kita masih pikir-pikir,\" tutur dia.
Sementara itu, JPU Herbert Hutapea SH mengatakan, sejauh ini pihaknya menerima vonis yang sudah dijatuhkan Majelis Hakim, namun untuk langkah hukum lainnya masih akan dibicarakan terlebih dahulu dengan tim yang lainnya. \"Memang lebih rendah dari tuntutan kita yakni 3 tahun, namun mengenai vonis tersebut akan kita bahas lagi, apakah akan menempuh langkah hukum lainnya atau tidak,\" tutupnya. Berdasarkan pantauan Bengkulu Ekspress, sidang dengan agenda pembacaan putusan tersebut, banyak pihak keluarga, sanak family, teman maupun rekan istri UJH dipengajian yang datang dan memadati ruangan persidangan tersebut dan disaat pembacaan tersebut selesai didengar, istri UJH yang setia hadir dalam agenda persidangan itu pun tersentak dan menangis ketika mendengar putusan terhadap suami itu selama 1 tahun 7 bulan itu dan saat hendak ditanyai perihal vonis tersebut baik UJH dan istrinya tidak mau yang memberikan komentar sedikitpun. Pakar Hukum Pidana Universitas Bengkulu Prof Herlambang SH MH menjelaskan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut sudah melalui mufakat secara bersama-sama berdasarkan pertimbangan terhadap fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. \"Sesuai denga fakta yang ditemukan dipersidangan, baik mengenai bukti-bukti maupun prilaku terdakwa dipersidangan bisa jadi pertimbngan hakim menjatuhkan vonis tersebut,\" tuturnya saat dihubungi kemarin. Selain itu, ia mengatakan, terkait putusan lebih ringan dari putusan majelis hakim dan terdakwa lainnya, pastinya majelis hakim memiliki pandangan dan pertimbngan sendiri yang tidak bisa diketahui oleh semua orang termasuk terdakwa sendiri. \"Semua putusan berapa tahun ada ditangan majelis hakim, tidak ada yang bisa mengetahui alasan divonis selama itu, yang jelas apa yang sudah diputus hakim merupakan putusan yang inkrah dan hanya melalui proses banding yang bisa menurunkan atau menaikan vonis tersebut nantinya,\" tutupnya. Vonis Terakhir Terdakwa Junaidi Hamsyah merupakan tersangka terakhir menjalani persidangan dalam kasus dugaan korupsi dana honor tim Dewan Pembina RSUD M Yunus Bengkulu tahun 2011. Lima orang sebelumnya sudah mendapatkan vonis dari majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Bengkulu. Sementara satu orang tidak menjalani proses hukum karena meninggal sebelum divonis yakni mantan Direktur RSUD M Yunus, Yusdi Zahrias Tazhar. Kasus dewan pembinan ini mulanya diselidiki penyidik Polda Bengkulu. Kemudian kasus ditindaklanjuti oleh Bareskrim Mabes Polri. JH ditetapkan tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri 2 tahun lalu, tepatnya sekitar bulan Juli 2015 lalu. Penetapan tersangka setelah melalui sejumlah rangkaian seperti gelar perkara dan keterangan saksi serta saksi ahli. Junaidi Hamsyah diduga bersalah dan bertanggung jawab karena menerbitkan SK Z.17/XXX/VIII pada 21 Februari 2011. SK tersebut mengenai tim pembina manajemen RSUD M Yunus Bengkulu. Setelah diterbitkan muncul polemik, karena SK yang ditanda tangani oleh JH itu tidak memiliki dasar hukum perundang-undangan yang berlaku. Malah SK tersebut bertentangan dengan Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Mengapa bertentangan, karena didalam BLUD tidak mengenal adanya tim pembina. Tidak heran jika akibat SK tersebut terjadi kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 368 juta dari total anggaran Rp 5,4 miliar. Atas perbuatannya yang diduga melanggar hukum itu Junaidi Hamsyah dijerat dengan Pasal 3 Junto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (529)   Perjalanan  Cerita Kasus  Korupsi  RSUD M Yunus 1. Berawal dari penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Bengkulu sejak tahun 2013 silam (4 Tahun lalu) saat Junaidi Hamsyah saat itu berstatus sebagai Gubernur Bengkulu menggantikan Agusrin M Najamudin terjerat perkara dana pajak BPHTB yang mana perkara ini terkuak berawal dari dugaan pemalsuan tanda tangan yang ditemukan Junaidi sendiri. 2. Ternyata pemalsuan tanda tangan itu dilakukan oleh Darmawi dalam berita acara penyerahan honor-honor tim Dewan Pembina RSUD M Yunus tertanggal (14 Agustus 2013). Lalu, Junaidi Hamsyah mendatangi Polda Bengkulu untuk menyampaikan laporan adanya dugaan pemalsuan tanda tangan dirinya dan belasan pejabat Pemrov Bengkulu itu ke Polda Bengkulu, bahkan Junaidi sempat datang ke RSUD M Yunus marah-marah atas hal itu. 3. Namun bukannya mendapatkan kepastian hukum, kasus ini justru melebar pada dugaan korupsi berjamaah atas keluarnya dana negara pada pos yang tidak seharusnya. 4. Polda Bengkulu kemudian memfokuskan penyelidikan pada dugaan korupsi yang terjadi karena diduga kuat merugikan negera hingga miliar pada saat itu dan dalam kasus ini Junaidi Hamsyah yang sendiri melaporkan adanya pemalsuan tanda tangan malah dia sendiri ikut terseret dan terlibat dalam kasus tersebut. 5. Akhirnya Junaidi Hamsyah terjerat hukum karena menerbitkan SK Z.17/XXX/VIII pada 21 Februari 2011. SK Z yang diterbitkan Junaidi Hamsyah kemudian bermasalah karena bertentangan dengan Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang dewan pengawas. Didalam peraturan itu RSUD M Yunus yang termasuk dalam BLUD tidak diperbolehkan adanya tim pembina. 6. Sejak isu SK tersebut melanggar, Junaidi masih bernafas lega karena dirinya tidak ditetapkan tersangka. Sementara pejabat di RSUD M Yunus lain ditetapkan tersangka oleh Polda Bengkulu. 7. Tiga orang pertama ditetapkan adalah Zulman Zuhri Amran, mantan Direktur RSUD M Yunus. Hisar C Sihotang, mantan Bendahara RSUD M Yunus. Darmawi, mantan Staf Keuangan RSUD M Yunus dan Yusdi Zahrias Tazar, mantan Direktur RSMY. 8. Kemudian Edi Santoni, mantan Wakil Direktur RSUD M Yunus dan Syafri Syafii, mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus. Enam orang tersangka tersebut ditetapkan tersangka tahun 2013. Kemudian mendapatkan vonis di pengadilan tahun 2014 untuk Zulman, Hisar dan Darmawi. Kemudian Edi Santoni dan Syafri Syafii divonis tahun 2016. Dua orang terpidana tersebut baru divonis karena terjerat kasus lain yakni suap hakim yang manamengakibatkan tiga pejabat PN Bengkulu terjerat OTT KPK saat itu. 9. Dalam perjalanannya, kasus Junaidi Hamsyah itu diambil alih oleh Bareskrim Mabes Polri untuk ditindak lanjuti dari penyidik Polda Bengkulu sekitar tahun 2015. Sebelum ditetapkan tersangka, Junaidi sempat beberapa kali mangkir dari pemanggilan penyidik sampai akhirnya ditetapkan tersangka sekitar bulan Juli 2015. 10. Dua tahun kemudian, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyatakan berkas perkara Junaidi Hamsyah dinyatakan sudah lengkap atau P21. Berkas perkara itu tertanggal 11 April 2017 bernomor B-55/F.3/Ft.1/04/2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: